Free E-Book tentang Syiah

Silahkan download gratis e-book tentang Syiah dibawah ini.
Semoga ini bisa membantu menjawab beberapa pertanyaan dan keraguan tentang Syiah.
Satu hal yang pasti Syiah bukanlah Islam.
Cekidot....

1. Buku panduan MUI mengenal dan mewaspadai penyimpangan Syiah di Indonesia
2. Kumpulan buku tentang Syiah
3. Pokok-pokok kesesatan Syiah
4. Membela ibunda 'Aisyah
5. Kumpulan e-book tentang Syiah
6. Berbagai artikel tentang Syiah
7. Imam Syafi'i vs Ahlul Bathil
8. Kekejaman Syiah terhadap Ahlus Sunnah
9. Tikaman Syiah kepada Ahlul Bait
10.

Mohon infonya jika ada link yang mati....
Semoga bermanfaat.

Adab Berbicara, Mendengar, dan Mengemukakan Pendapat

Salah satu sumber masalah terbesar di dunia adalah masalah humaniora. Masalah komunikasi verbal antar manusia. Mulai dari masalah keluarga, bertetangga, hingga perang antar negara, disebabkan oleh masalah yang satu ini.
Berdiskusi yang islami

Padahal, Islam telah memberikan tuntunannya dalam berbicara. Dengannya, hidup akan lebih indah. Beberapa tuntunan itu antara lain: 

1. Seorang muslim terjaga lidahnya dari perkataan yang buruk. Semua pembicaraan harus kebaikan, (QS 4/114, dan QS 23/3), dalam hadits nabi SAW disebutkan:

“Barangsiapa yang beriman pada ALLAH dan hari akhir maka hendaklah berkata baik atau lebih baik diam.” (HR Bukhari Muslim)

2. Berbicara harus jelas dan benar, tidak terlalu cepat tidak juga terlalu lambat. Dalam hadits dari Aisyah ra, Rasulullah saw bersabda:

“Bahwasanya perkataan Rasulullah saw. itu selalu jelas sehingga bisa difahami oleh semua yang mendengar.” (HR Abu Daud)

3. Seimbang dan menjauhi berlarut-larutan, berdasarkan sabda nabi Muhammad SAW:

“Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku nanti di hari kiamat ialah orang yang banyak bercakap dan berlagak dalam berbicara.” Maka dikatakan: Wahai Rasulullah kami telah mengetahui arti ats-tsartsarun dan mutasyaddiqun, lalu apa makna al-mutafayhiqun? Maka jawab nabi SAW: “Orang2 yang sombong.” (HR Tirmidzi dan dihasankannya)

4. Menghindari banyak berbicara, karena dikhawatirkan akan membosankan yang mendengar, sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Wa’il:

Adalah Ibnu Mas’ud ra senantiasa mengajari kami setiap hari Kamis, maka berkata seorang lelaki: Wahai Abu Abdurrahman (gelar Ibnu Mas’ud)! Seandainya anda mau mengajari kami setiap hari? Maka jawab Ibnu Mas’ud : Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku memenuhi keinginanmu, hanya aku kuatir membosankan kalian, karena akupun pernah meminta yang demikian pada nabi SAW dan beliau menjawab kuatir membosankan kami (HR Muttafaq ‘alaih)

5. Mengulangi kata-kata yang penting jika dibutuhkan, 

dari Anas ra bahwa adalah nabi SAW jika berbicara maka beliau SAW mengulanginya 3 kali sehingga semua yang mendengarkannya menjadi faham, dan apabila beliau SAW mendatangi rumah seseorang maka beliau SAW pun mengucapkan salam 3 kali. (HR Bukhari)

6. Menghindari mengucapkan yang bathil, berdasarkan hadits nabi SAW:

“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan satu kata yang diridhai Allah SWT yang ia tidak mengira yang akan mendapatkan demikian sehingga dicatat oleh Allah SWT keridhoan-Nya bagi orang tersebut sampai nanti hari kiamat. Dan seorang lelaki mengucapkan satu kata yang dimurkai Allah SWT yang tidak dikiranya akan demikian, maka Allah SWT mencatatnya yang demikian itu sampai hari kiamat.” (HR Tirmidzi dan ia berkata hadits hasan shahih; juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah)

7. Menjauhi perdebatan sengit, berdasarkan hadits Nabi SAW:

“Tidaklah sesat suatu kaum setelah mendapatkan hidayah untuk mereka, melainkan karena terlalu banyak berdebat.” (HR Ahmad dan Tirmidzi)

Dan dalam hadits lain disebutkan sabda nabi SAW:

“Aku jamin rumah didasar surga bagi yang menghindari berdebat sekalipun ia benar, dan aku jamin rumah ditengah surga bagi yang menghindari dusta walaupun dalam bercanda, dan aku jamin rumah di puncak surga bagi yang baik akhlaqnya.” (HR Abu Daud)

8. Menjauhi kata-kata keji, mencela, melaknat, berdasarkan hadits nabi SAW:

“Bukanlah seorang mu’min jika suka mencela, mela’nat dan berkata-kata keji.” (HR Tirmidzi dengan sanad shahih)

9. Menghindari banyak canda, berdasarkan hadits nabi SAW:

“Sesungguhnya seburuk-buruk orang disisi ALLAH SWT di hari Kiamat kelak ialah orang yang suka membuat manusia tertawa.” (HR Bukhari)

10. Menghindari menceritakan aib orang dan saling memanggil dengan gelar yang buruk, berdasarkan QS 49/11, juga dalam hadits nabi SAW:

“Jika seorang menceritakan suatu hal padamu lalu ia pergi, maka ceritanya itu menjadi amanah bagimu untuk menjaganya.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi dan ia menghasankannya)

11. Menghindari dusta, berdasarkan hadits nabi SAW:

“Tanda-tanda munafik itu ada 3, jika ia bicara berdusta, jika ia berjanji mengingkari dan jika diberi amanah ia khianat.” (HR Bukhari)

12. Menghindari ghibah dan mengadu domba, berdasarkan hadits nabi SAW:

“Janganlah kalian saling mendengki, dan janganlah kalian saling membenci, dan janganlah kalian saling berkata-kata keji, dan janganlah kalian saling menghindari, dan janganlah kalian saling meng-ghibbah satu dengan yang lain, dan jadilah hamba-hamba ALLAH yang bersaudara.” (HR Muttafaq ‘alaih)

13. Berhati-hati dan adil dalam memuji, berdasarkan hadits nabi SAW dari AbduRRAHMAN bin abi Bakrah dari bapaknya berkata:

Ada seorang yang memuji orang lain di depan orang tersebut, maka kata nabi SAW: “Celaka kamu, kamu telah mencelakakan saudaramu! Kamu telah mencelakakan saudaramu!” (2 kali), lalu kata beliau SAW: “Jika ada seseorang ingin memuji orang lain di depannya maka katakanlah: Cukuplah si fulan, semoga ALLAH mencukupkannya, kami tidak mensucikan seorangpun disisi ALLAH, lalu barulah katakan sesuai kenyataannya.” (HR Muttafaq ‘alaih dan ini adalah lafzh Muslim)

Dan dari Mujahid dari Abu Ma’mar berkata: Berdiri seseorang memuji seorang pejabat di depan Miqdad bin Aswad secara berlebih-lebihan, maka Miqdad mengambil pasir dan menaburkannya di wajah orang itu, lalu berkata: Nabi SAW memerintahkan kami untuk menaburkan pasir di wajah orang yang gemar memuji. (HR Muslim)

ADAB MENDENGAR

1. Diam dan memperhatikan (QS 50/37)

2. Tidak memotong/memutus pembicaraan

3. Menghadapkan wajah pada pembicara dan tidak memalingkan wajah darinya sepanjang sesuai dengan syariat (bukan berbicara dengan lawan jenis)

4. Tidak menyela pembicaraan saudaranya walaupun ia sudah tahu, sepanjang bukan perkataan dosa.

5. Tidak merasa dalam hatinya bahwa ia lebih tahu dari yang berbicara

ADAB MENOLAK / TIDAK SETUJU

1. Ikhlas dan menghindari sifat senang menjadi pusat perhatian

2. Menjauhi ingin tersohor dan terkenal

3. Penolakan harus tetap menghormati dan lembut serta tidak meninggikan suara

4. Penolakan harus penuh dengan dalil dan taujih

5. Menghindari terjadinya perdebatan sengit

6. Hendaknya dimulai dengan menyampaikan sisi benarnya lebih dulu sebelum mengomentari yang salah

7. Penolakan tidak bertentangan dengan syariat

8. Hal yang dibicarakan hendaknya merupakan hal yang penting dan dapat dilaksanakan dan bukan sesuatu yang belum terjadi

9. Ketika menolak hendaknya dengan memperhatikan tingkat ilmu lawan bicara, tidak berbicara di luar kemampuan lawan bicara yang dikuatirkan menjadi fitnah bagi diri dan agamanya

10. Saat menolak hendaknya menjaga hati dalam keadaan bersih, dan menghindari kebencian serta penyakit hati. 

Demikianlah tuntunan Islam dalam berbicara, mendengar, dan mengemukakan pendapat. Semoga ada manfaatnya.
Wallahu a'lam bish-shawab

NII dan Perjuangan Penegakan Hukum Islam di Indonesia

Negara Islam Indonesia atau sering disingkat dengan NII sempat santer dibicarakan. Penculikan beberapa mahasiswa, hilangnya beberapa pemuda, gerakan pencucian otak (brain wash), hingga pemerasan dan perampokan yang dilakukan oleh beberapa pemuda di rumah orang tua salah satu pemuda tersebut menjadi topic yang senantiasa dilekatkan pada gerakan yang mengatas namakan diri Negara Islam Indonesia. Hal ini semakin memperburuk citra NII sebagai salah satu gerakan Islam di Indonesia yang oleh pemerintahan sebelumnya telah divonis terlarang.
Bendera NII - DI/TII

Diproklamirkan pada tahun 1949 M di Jawa Barat dengan ibu kotanya Garut, NII (atau ketika berdiri dikenal dengan nama Darul Islam) menjadi momok menakutkan bagi pemerintahan Soekarno kala itu. Didirikan oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, Darul Islam (DI) mendapatkan respon positif dari para pejuang penegak gerakan Islam di Indonesia. Di belahan timur Indonesia, lahirlah cabang DI dibawah pimpinan komando muda, bekas Pasukan Pengawal presiden Sukarno,  Abdul Qahhar Mudzakkar. Diikuti oleh komandan Mujahid “Ibnu Hajar” di Burneo, Kalimantan Selatan sebagai perwakilan DI di Kalimantan; dan Barisan Mujahidin di Aceh oleh Teungku Muhammad Daud Beuruh sebagai cabang DI di Sumatera, DI memperlihatkan keberanian luar biasa dalam memerangi penjajah. Sebuah perjuangan yang menggetarkan penguasa kala itu.
Penjajahan lebih dari tiga setengah abad oleh Belanda di bumi Nusantara dengan penduduk lebih dari seratus dua puluh juta jiwa dan mayoritas penduduknya beragama Islam, melahirkan pemberontakan-pemberontakan keagamaan di sebagian besar kepulauan Indonesia. Teuku Umar di Aceh, Imam Bonjol di Sumatera Barat, Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah, Sultan Hasanudin di Sulawesi, serta Untung Suropati di pulau Bali, menjadi contoh nyata iman Islam di dada para mujahid negeri ini senantiasa menggelorakan perlawanan terhadap gerakan imperialism yang dibawah oleh para aggressor barat.
Di bidang social, bermunculanlah organisasi-organisasi Islam, seperti Majlisul ‘Ilmi (yang kemudian berkembang menjadi Persatuan Umat Islam atau PUI) oleh KH. Abdul Halim di tahun 1911, dan Muhammadiyah oleh KH. Ahmad Dahlan di tahun 1912. Dibidang politik, bangkitlah Syaih Haji Samanhudi yang mendirikan Partai Politik Islam; Syarikat Islam Indonesia. Bersama-sama mereka bekerja untuk mencerdaskan ummat, baik di bidang agama, politik, intelektual, maupun kebudayaan.
Memandang kebesaran syaikh Haji Samanhudi, maka bergabunglah syaikh Haji Umar Said Cokroaminoto, yang kemudian kepemimpinan partai perserikatan diserahkan kepada beliau. Syaikh Haji Umar Said Cokroaminoto adalah pejuang yang sangat kuat dank eras dalam masalah politik, juga merupakan musuh bebuyutan bagi penjajah. Beliau berfaham bahwa suatu keharusan membebaskan Indonesia dengan jalan kekuatan Iman, mencerdaskan pemudanya dengan memahami kebudayaan Islam, dan mendorong mereka untuk berjihad melawan penjajah. Beliau sangat berhasrat menyaring dari para pemuda muslim yang bergairah terhadap agamanya, dan cinta kepada umat dan tanah airnya. Maka jatuhlah pilihan  kepada 2 orang pemuda, yaitu
1.       Soekarno, dari kota Blitar, Jawa Timur; dan
2.       Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, dari kota Cepu, Jawa Tengah.
Maka mulailah Haji Umar Said bekerja keras untuk mendidik dan mencerdaskan keduanya. Setelah berjalan beberapa waktu, Haji Umar Said kemudian memperhatikan dengan serius kepada Kartosuwiryo setelah menyadari ternyata Sukarno disusupi faham pemikiran barat dan mulai cenderung kepadanya.
Seluruh perhimpunan dan organisasi Islam kemudian bersatu dibawah bendera partai “Masyumi” (Majlis Syura Muslimin Indonesia) yang dipimpin oleh Muhammad Natsir. Partai ini memiliki militer yang secara umum dinamakan “Pasukan Hizbullah”. Pasukan ini dipimpin oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo. Berkali-kali dibawah pimpinan komando ini, pasukan Hizbullah memerangi penjajah Belanda dan Jepang, dan berkali-kali pula dapat mengalahkan mereka. Disisi lain, berdiri pula Tentara Tanah Air Nasional dibawah pimpinan Soekarno. Bersama-sama mereka berjuang mengusir penjajah dari bumi Indonesia.
Kartosoewirjo dan bendera DI/TII

Setelah penjajah hengkang, Indonesia kemudian memproklamirkan diri sebagai negara merdeka dibawah pimpinan Soekarno. Pertikaian mulai terjadi ketika Sukarno lebih memilih merangkul gerakan Nasionalis dan Komunis dalam menyusun pemerintahan, dan meninggalkan gerakan Islam, termasuk sahabatnya Kartosuwiryo, dan gurunya H. Umar Said. Mengingat besarnya pengaruh dari tentara Hizbullah, maka Sukarno berniat menyerang tentara Hizbullah dan menghabiskan sampai ke akar-akarnya dari pemerintahan. Sejak itulah muncul pertikaian antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan Hizbullah. Pertentangan antara kedua belah pihak benar-benar meruncing karena perselisihan mengenai Dasar Negara dan norma-norma hukum didalamnya.
Perselisihan sempat mereda ketika penjajah Belanda datang menyerang Indonesia untuk kali kedua di tahun 1948. Pasukan Hizbullah yang memang telah disiapkan untuk berjihad, memberikan perlawanan besar-besaran terhadap penjajah Belanda hingga ke pelosok-pelosok negeri, jauh lebih besar dari pasukan Sukarno yang memilih berperang di pusat-pusat pemerintahan saja.
Dalam masa kekosongan pemerintahan inilah Kartosuwiryo memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia pada tahun 1949 di Jawa Barat, sedangkan tentaranya dinamaan Tentara Islam Indonesia (DI/TII)
Frustasi dengan perlawanan yang diberikan oleh DI/TII, penjajah Belanda kemudian mengadakan perundingan dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) pimpinan Sukarno atas pemberian kemerdekaan kepada Indonesia untuk memadamkan pemberontakan Islam dan mengganti Negara Islam dengan Negara Nasionalis.
Berkumpullah “Van Royen” (wakil penjajah) dengan “Muhammad Rum” dari pihak Indonesia. Hasil perjanjian ini keduanya bersepakat untu menyerahkan Negara kepada bangsa Indonesia dibawah kepemimpinan Soekarno. Perjanjian ini dikenal dengan perjanjian “Rum-Royen”.
Sesuai kesepakatan kedua belah pihak, maka TNI mendapatkan bantuan yang besar dari pihak Belanda untuk memadamkan pemberontakan Islam. Sejak itulah terjadi pertempuran antara Darul Islam (DI/TII) dengan TNI sampai tahun 1953 M. Pada tahun itu, TNI dapat mengalahan DI/TII dan mengusirnya kehutan-hutan. Kemudian DI/TII mengubah strategi pertempuran menjadi perang gerilya, dan berlangsung hingga 1960 M. Pada tahun 1962 M, terjadilah pertempuran terakhir antara DI/TII dengan TNI, yang mengakibatkan sebagian besar pasukan DI/TII mati syahid. Kartosuwiryo sendiri akhirnya dapat ditangkap dan dihukum mati dengan tembakan peluru.
Kerasnya perjuangan Negara Islam Indonesia (NII) oleh Kartosuwiryo menginspirasi beberapa perjuangan pasca meninggalnya beliau. Tapi disisi lain, kemasyhuran NII juga dijadikan alat perjuangan oleh pihak-pihak lain, semisal Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah IX (NII KW IX) di bawah pimpinan AS Panji Gumilang. Sayangnya, focus perjuangannya telah bergeser, dan banyak amal perjuangannya malah menyimpang dari amal Islam yang gigih diperjuangkan oleh Kartosuwiryo. Antara lain, cara pengumpulan harta besar-besaran yang dilakukan oleh NII W IX (di luar beberapa pemahamannya yang menyimpang dari aqidah Islam), semain memperburuk citra NII yang memang dalam sejarah-sejarah Indonesia yang disusun oleh pemerintahan orde lama dan orde baru dianggap sebagai gerakan makar dan terlarang.
Tapi yang pasti, Kartosuwiryo telah meletakkan dasar-dasar perjuangan Islam di negeri ini, dan menjadi sebuah tonggak sejarah dalam sebuah sejarah panjang penegakan syariah Islam di negeri ini.

Wallahu a’lam bish-shawab.