Bohong. Apakah anda pernah berbohong?? Kalau anda menjawab
ya, maka anda senasib dengan saya. Tapi jika anda menjawab tidak, maka (mungkin)
saat ini anda sedang menambah daftar kebohongan anda.... Hehe.... J
Pertanyaan berikutnya, apakah anda senang dibohongi?? Jika
anda pernah, atau sering berbohong, mengapa anda tidak suka jika dibohongi??
Bohong dalam bahasa Arab disebut kizb, berasal dari kosakata
“kaziba” yang merupakan lawan kata “sadaqa” yang berarti benar atau jujur.
Pelaku bohong itu disebut “kazib”, dan apabila sering melakukan kebohongan maka
pelakunya disebut “kazzab”.
Berdasarkan Dewan Pustaka dan Bahasa, definisi bohong adalah
“percakapan yang berlainan daripada perkara yang sebenarnya”
Hampir (kalau tidak bisa dibilang semua) setiap kita pernah
berbohong. Berbohong seolah telah menjadi “hal yang biasa”, sehingga terkadang
kita tidak merasa salah lagi ketika melakukannya. Udah biasaaa......
Budaya berbohong telah merasuk hampir keseluruh sendi
kehidupan kita. Ketika seorang anak pulang larut malam, karena tidak ingin
dimarahi oleh orang tuanya, dibuatlah sebuah kebohongan. Seorang suami yang
telat pulang kerumah, merancang sebuah kebohongan. Seorang teman yang tidak
ingin ikut sebuah acara bersama teman lain, merancang sebuah acara bohongan.
Hingga pimpinan sebuah negara, karena ingin melindungi kekuasaannya, pun
membohongi rakyatnya.
Berbohong memiliki efek domino yang luar biasa. Setelah kita
berbohong, maka kita akan berbohong lagi untuk menutupi kebohongan yang pertama,
demikian seterusnya kebohongan demi kebohongan untuk menutupi sebuah
kebohongan.
Sedemikian sering kita menemukan kebohongan demi kebohongan,
sehingga bohong seolah telah menjadi santapan wajib kita setiap hari, dan
menjadikan kita demikian permisif terhadap kebohongan. Lalu, jika semua orang
(pernah) berbohong, maka apakah bohong itu adalah sesuatu yang lumrah??
Padahal dalam qur’an sudah jelas hukum dari berbohong, Allah
swt berfirman dalam QS.An-Nahl: 116. "dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu
secara Dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan
kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan
kebohongan terhadap Allah Tiadalah beruntung."
Rasulullah saw. bersabda,
اية المنافق ثلاث : اذا
حدث كذب واذا وعد أخلف واذا ؤتمن خان
“Pertanda orang yang munafiq ada tiga: apabila berbicara bohong,
apabila berjanji mengingkari janjinya dan apabila dipercaya berbuat khianat”
(Hadits riwayat Bukhari dan Muslim.).
Mari kita renungkan sejenak, kenapa kita mudah sekali
berbohong? Bila setiap kita tidak suka dibohongi, lantas mengapa kita dengan
ringannya berbohong kepada orang lain?? Salah siapakah sehingga kebohongan ini
begitu membudaya??
Kalau kita coba renungkan lebih dalam, jawabannya adalah mungkin
karena kita memang telah dididik sejak kecil untuk menjadi pembohong! Kita
telah diajarkan berbohong sejak kecil, sehingga kita telah menjadi pembohong
yang demikian mahir ketika kita dewasa. Kita telah diajarkan berbohong oleh
orang tua kita, dan (bila anda telah menjadi orang tua) kita pun sedang
mengajarkan anak kita menjadi seorang pembohong yang baik!!
Ah, mana mungkin orang tua mau mengajarkan anaknya menjadi
pembohong?? Tidak ada orang tua yang ingin anaknya menjadi anak yang
pembohong.......
Sadar atau tidak sadar, pendidikan berbohong memang telah
kita terima sejak kecil.
Kita diajarkan berbohong dalam dua cara, secara LANGSUNG
maupun TIDAK LANGSUNG.
Beberapa orang tua mengajarkan anaknya berbohong secara
langsung. Ketika anak kita menerima telpon dari orang yang tidak kita harapkan,
kita meminta mereka untuk berbohong dengan mengatakan kita tidak ada. Begitupun
bila ada tamu yang tidak ingin kita temui, berbohong adalah solusinya. Atau
dalam kondisi lain, kita mungkin pernah mengatakan kepada anak: “jangan bilang
ibu ya, jika bla... bla... bla...”, atau “kalau ayah pulang, jangan kasih tahu
ayah ya kalau bla... bla... bla...”, atau “nanti kalau sampai dirumah nenek,
jangan bilang ya kalau kita bla... bla... bla....”
Sengaja atau tidak, perkataan-perkataan tadi akan
mengendap dalam otak sang anak, memberikan dia sebuah kesimpulan: tidak apa-apa
berbohong, yang penting aman.....
Kebohongan langsung lainnya yang sering kita praktekkan adalah, cara kita mendiamkan anak yang sedang rewel.... "awas lho, nanti ditangkap polisi", "ayo diam..., awas ada kucing....", atau "udah diam, nanti ayah/ibu belikan ini dan itu". Padahal janji yang terucap hanya sekedar untuk mendiamkan sang anak tak pernah terpenuhi.
Cara yang kedua, kita mendidik anak berbohong secara TIDAK
LANGSUNG.
Apakah anda pernah marah?? Atau kita pernah dimarahi oleh
orang tua kita ketika kita melakukan kesalahan?? Ketika kita memarahi seorang
anak ketika dia melakukan sebuah kesalahan, maka sesungguhnya kita sedang
mendidik dia untuk menjadi seorang pembohong. Secara alami, dia akan belajar
berbohong untuk menutupi kesalahannya, hanya agar supaya dia tidak dimarahi.
Padahal, melakukan kesalahan adalah sangat manusiawi, dan sejauh dalam batas
kewajaran dan bukan sebuah kesengajaan, ia adalah hal yang sangat wajar.
Memarahi anak ketika ia berbuat salah, menjadikan sang anak tidak
berani jujur, dan tidak gentle untuk mengakui kesalahannya. Alibi,
alasan, dan kebohongan,menjadi senjata untuk menutupi kesalahan.
Alangkah lebih bijak jika kita berani memuji anak yang telah
melakukan sebuah kesalahan tapi berani mengakuinya. Kesalahannya tetaplah
sebuah kesalahan, dan ini harus kita perbaiki, tapi sikap gentle-nya untuk
mengakui kesalahan adalah sebuah lentera yang akan kita padamkan dengan kemarahan
kita.
Kebohongan juga hadir ketika kita lebih menghargai hasil
ketimbang proses. Kita akan sangat bangga ketika anak kita menjadi juara kelas,
dan “sedih” bila nilai mereka jelek. Kita begitu terfokus pada hasil, dengan tidak
menghargai proses usaha mereka. Maka, jangan heran ketika anak-anak tanpa rasa
bersalah menyontek ketika ujian, dan segala usaha curang lainnya.
Berfokus kepada hasil, dan bukannya proses, menjadikan kita
terbiasa menghalalkan segala cara untuk selalu yang terbaik. Anak-anak berbuat
apapun untuk tampil hebat didepan orang tuanya. Parahnya, tuntutan yang tinggi
agar anaknya selalu menjadi yang terbaik, seolah menjadi pupuk yang sangat
manjur untuk menumbuh-kembangkan sikap ketidak-jujuran.
Dengan segala "dukungan" lingkungan inilah, maka bohong sering menjadi pilihan.
Jadi, jika anda mendapati anak anda sedang berbohong, maka
segeralah introspeksi kedalam, karena bisa jadi kitalah yang telah mendidik
mereka tuk jadi seorang pembohong.....
Mari budayakan berkata jujur..... Karena jujur itu penuh manfaat!
0 comments:
Post a Comment