29 Maret 1998, bertempat di Universitas Muhammadiyah Malang
(UMM), kurang lebih 200 pemuda berkumpul membicarakan kondisi dan nasib bangsa
Indonesia. Mengambil momentum pelaksanaan Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah
Kampus Nasional (FSLDK-N) ke X, tidak kurang dari 53 Lembaga Dakwah Kampus
(LDK) dari 63 kampus Perguruan Tinggi negeri dan swasta mengambil sikap untuk
mengambil peran yang lebih real dan lebih massif. Atas dasar itulah kemudian
lahirlah Deklarasi Malang, deklarasi atas kelahiran sebuah organisasi yang
menjadi gerakan politik ekstra-parlementer yang selama ini sulit dilakukan oleh
Lembaga Dakwah Kampus.
KAMMI lahir pada hari ahad tanggal 29 Maret 1998 M atau
bertepatan dengan tanggal 1 Dzulhijjah 1418 H pkl.13.00 wib dengan komando awal
diserahkan kepada Fachry Hamzah.
Sejak pendiriannya, KAMMI bersama elemen bangsa yang lainnya
turut mengambil peran politik dengan senantiasa bersikap kritis terhadap
pemerintah. Mulai dari demonstrasi besar-besaran menurunkan rezim Soeharto,
gerakan penolakan terhadap pemerintahan Gus Dur, hingga aksi kritik massif
terhadap pemerintahan Megawati.
Sejak pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), gerakan
KAMMI seolah “mati suri”. Selama 2 periode pemerintahan SBY, suara-suara kritis
KAMMI seolah meredup. Memang, sempat ada gerakan penolakan terhadap Boediono
yang kala itu menjabat sebagai wakil presiden yang dianggap representasi dari
tokoh ekonom yang berhaluan neo-liberalis. Namun aksi-aksi ini tidak semassif
gerakan-gerakan sebelumnya, dan oleh beberapa kalangan dianggap gerakan
“setengah hati”.
Tidak lagi menjadi rahasia, bahwa kedekatan KAMMI dengan
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu alasan dibalik berkurangnya
intensitas kritik KAMMI. Tokoh-tokoh KAMMI banyak yang kemudian menjadi anggota
legislatif dan pengurus PKS, baik di tingkatan pusat maupun daerah. Tentu hal
ini bukan menjadi masalah, karena PKS yang mempunyai ikatan historis dan
ideologis yang sama dengan KAMMI, memang menjadi sarana politik kader KAMMI
pasca kampus.
Kedekatan dengan PKS, padahal disaat yang sama PKS merupakan
bagian dari koalisi pemerintahan SBY selama 2 periode, menjadikan KAMMI agak
sungkan untuk mengkritik pemerintah. Jadilah KAMMI kembali ke barak,
memfokuskan kembali kepada pengkaderan. Agenda-agenda perekrutan dan pembinaan
menjadi sentral kegiatan KAMMI dengan dibumbui oleh beberapa “aksi kecil”.
Hal ini agak disayangkan sesungguhnya, mengingat peran-peran
pembinaan harusnya telah diambil oleh LDK, sebagai rahim lahirnya KAMMI.
Seyogyanya KAMMI tetap memposisikan dirinya sebagai sebuah gerakan politik
ekstra parlementer. Berada pada sisi pengontrol kebijakan, dengan tetap
berpihak pada rakyat.
Pendulum sejarah berayun kembali, ketika PKS di era Jokowi
saat ini berada diluar pemerintahan. Disaat yang sama, pemerintahan Jokowi-JK mengeluarkan
serangkaian kebijakan yang tidak populis, dan kesengsaraan rakyat semakin
berlipat-lipat. Momentum ini harus disambut dengan sangat baik oleh KAMMI,
dengan kembali memainkan perannya sebagai agent of control terhadap pemerintah.
Saat yang tepat untuk menunjukkan, bahwa KAMMI sesungguhnya masih berada
dipihak rakyat, dan tidak hanya bisa meringkuk nyaman di ketiak penguasa.
Momentum ini, menurut hemat saya, telah disambut dengan baik
oleh PP KAMMI, dengan seruan aksi nasional, dan himbauan untuk terus
menggelorakan semangat #UltimatumJokowi. Seruan yang disambut dengan hingar
bingar di sejumlah tempat di negeri ini. Gayung bersambut, lahirlah
demonstrasi-demonstrasi anti pemerintah dimana-dimana. Saatnya KAMMI memainkan
peran sejahrahnya.
Walaupun amat disayangkan, ada saja daerah yang tidak mau
melakukan aksi. Dengan berbagai alasan, dari sibuk melakukan pengkaderan,
hingga adanya “instruksi” untuk tidak turun aksi, mewarnai penolakan mereka
terhadap aksi Tolak Jokowi ini. KAMMI di daerah-daerah ini, entah karena telah
hilang semangat keberpihakan terhadap masyarakat, terlalu pengecut untuk turun
kejalan, atau justru telah ikut serta menjadi kacung-kacung Jokowi. Entahlah.
Tapi satu hal, jika alasan tidak turun kejalan HANYA KARENA
sedang sibuk mengurus pengkaderan dan penataan tarbawiyah, maka saat itu KAMMI
TIDAK ADA BEDANYA LAGI DENGAN LDK. Hilanglah sudah peran historisnya. Bagi
daerah-daerah tersebut, saatnya bagi kalian untuk membuat sebuah deklarasi, “deklarasi
penghapusan KAMMI”. Silahkan menyibukkan lagi diri kalian di LDK
masing-masing.
(Baca juga: KAMMI vs LDK)
(Baca juga: KAMMI vs LDK)
29 Maret 2015, KAMMI akan merayakan ulang tahunnya yang ke
17. Masihkah ada semangat perlawanan itu? Ataukah kalian hanya (telah) berubah
menjadi sampah peradaban?? Tertelan dalam hingar bingar debu sejarah??
Selamat ulang tahun ke-17, KAMMI. Semoga tinta emas sejarah akan
senantiasa mencatat buah perjuanganmu. Salam aksi.
0 comments:
Post a Comment