Review kitab Manhaj Haraki; Strategi Pergerakan Nabi SAW.

MANHAJ HARAKI
STRATEGI PERGERAKAN DAN PERJUANGAN POLITIK DALAM SIRAH NABI SAW. (JILID 1)

Deskripsi buku
Judul Asli                     : Al-Manhaj Al-Haraki lis Shiratin-Nabawiyah
Penulis                         : Syaikh Munir Muhammad Al-Ghadban
Penerbit                      : Maktabah Al-Manar, cetakan pertama  1404 H/1984 M
Judul Terjemahan       : Manhaj Haraki Strategi Pergerakan dan Perjuangan Politik dalam Sirah Nabi Saw.
Penerjemah                : Aunur Rafiq Shalih Tamhid, Lc, Asfuri B., Anshori Umar S.
Tebal halaman            : 654 + xxiv halaman
Penerbit                      : Robbani Press, cetakan pertama 1992 M
Harga                          :

Review Kitab Buku Manhaj Haraki

Dalam pendahuluan bukunya, syaikh Munir al-Ghadban menjelaskan pengertian Manhaj Haraki sebagai  “langkah-langkah terprogram (manhajiah) yang ditempuh Nabi saw. dalam gerakan dakwahnya, semenjak kenabiannya sampai berpulang kepada Allah”. Jika kita ingin agar gerakan Islam yang kita lakukan berjalan secara benar, maka kita harus melacak tahapan-tahapan pergerakan Rasulullah langkah demi langkah serta mengikuti langkah-langkah tersebut. Allah berfirman: “Sesungguh-nya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat” (al-Ahzab: 21).
Periode-periode manhaj ditentukan dalam lima periode, yaitu:
Ø  Periode pertama : Sirriyatu ad-Da’wah dan Sirriyatu at-Tanzhim (Berdakwah secara sembunyi-sembunyi dan merahasiakan struktur organisasi). Dimulai dari Bi’tsah Nabawiyah (pengangkatan sebagai nabi) sampai dengan turunnya firman Allah, “Wa andzir ‘asyiratakal Aqrabi” (Asy-Syu’ara’ [42] : 214) dan firman Allah ‘Fashda bimaa tu’mar ‘aridh ‘anil musyirik’ (Al Hijr [15] : 94)
Ø  Periode kedua : Jahriyatu ad-Da’wah dan Sirriyatu at-Tanzhim (Berdakwah secara terang-terangan dan merahasiakan struktur organisasi). Berakhir pada tahun 10 kenabian.
Ø  Periode ketiga : Iqamatu ad-Daulah (Mendirikan Negara). Pembentukan Daulah di Madinah, dan berakhir pada awal tahun pertama Hijrah.
Ø  Periode keempat : ad-Daulah wa Tatsbiti Da’a’imiha (Negara dan penguatan pilar-pilarnya). Berakhir dengan Shulhul Hudaibiyah.
Ø  Periode kelima            : Intisyaru ad-Da’wah fi al-Ardhi (Kemenangan dakwah di bumi). Perjuangan politik dan kemenangan risalah. Berakhir dengan wafatnya Rasulullah saw.
Dalam jilid 1 terbitan Robbani Press ini ada empat periode yang dibahas oleh penulis secara tuntas. Sementara periode kelima-nya di terbitkan terpisah di jilid yang ke-2.
Sejarah bukan hanya cerita tentang serpihan peristiwa masa lalu, namun juga memberikan pelajaran berharga pada bangsa-bangsa yang datang sesudahnya. Bila al-Qur'an banyak berkisah tentang umat-umat masa lalu, dan hadits pun banyak merekam beragam peristiwa penting dalam perjuangan Islam, maka apalagi alasan bagi kita untuk tidak memberikan porsi kajian yang besar pada sirah, lebih-lebih sirah nabawiyah.
Karena itu, K.H. Rahmat Abdullah, yang memberi pengantar pada buku ini, melontarkan kritiknya terhadap kerangka keilmuan yang dibentuk oleh para ulama dahulu, yaitu akidah, fiqih, dan akhlak. Ketiga kajian ini diakuinya memang cukup mampu membentuk pribadi Muslim yang sadar akan kewajibannya terhadap Allah dan masyarakat. Namun menurutnya ada yang terputus.
Ketiga kajian ini jelas kekurangan satu hal pokok, yaitu “mata rantai yang akan menghubungkan mereka dengan Rasulullah, bahkan dengan Nabi-Nabi sebelum-nya.” Ini disebabkan tiadanya kajian sirah ataupun sejarah Islam yang berdasar-kan wa'yu (kesadaran ilmiah). Padahal sekali seseorang berbicara sirah, maka ia pasti merupakan bagian integral dan ummatan wahidah . Ia akan mewarisi spirit masa lampau umat Islam yang sangat kaya dan menumbuhkan militansi. Karena itu, putusnya mereka dengan sirah membuat lemahnya girah dan ruhul jihad.
Di sinilah peran penting yang dimainkan buku sebesar Manhaj Haraki ini. Sejarah yang ditulis da'i mujahid ini menampilkan sosok yang jauh berbeda dengan para penulis “ilmiah” pada umumnya. Penghayatan terhadap ruhul jihad dalam kehidupan Rasulullah merupakan modal utamanya. Hal ini karena mereka berada pada satu alur yang sama dengan Rasulullah, yaitu harakah dan dakwah. Maka penggambaran yang mereka sajikan bukan lagi masalah kronologis belaka, tetapi sudah masuk pada isi pembahasan yang mengasyikkan dan sangat bermanfaat bagi dakwah dan pergerakan.
Buku-buku sejarah memang telah banyak ditulis orang. Namun kitab Manhaj Haraki dalam Sirah Nabi Saw. ini tetap harus disambut dengan antusiasme yang besar, karena karya Munir Muhammad al-Ghadban ini menjadi pengecualian dari buku-buku itu. Bukan hanya karena studinya yang lebih spesifik, yaitu kajian tentang pergerakan dan perjuangan politik dalam sirah nabawiyyah, namun Munir al-Ghadban juga menyajikan fakta dan data, yang dirangkai dengan studinya yang ekstensif, analisa yang tajam dan mengagumkan dengan daya kritis yang tinggi.
Tokoh pergerakan kelahiran Syria yang juga dosen di Universitas Ummul Qura Saudi Arabia dan di Jami‘ah al-Iman Yaman ini memperlihatkan kepiawaiannya yang luar biasa sekali dalam mempertautkan berbagai peristiwa di masa Nabi dengan kejadian mutakhir yang dihadapi oleh Harakah Islam kontemporer. Marhalah (periode) demi marhalah pergerakan Nabi dikupas dengan sangat memikat sekali, seraya dibedah watak dan karakteristiknya, lalu diproyeksikan dan direkonstruksi kembali ke dalam iklim pergerakan Islam modern.
Ketika banyak pergerakan Islam kontemporer layu sebelum berkembang, tumbang dan berguguran, buku ini insya Allah memberikan suntikan energi yang dahsyat sekali. Buku ini harus menjadi bacaan ‘wajib' bagi pada aktivis da‘wah dan Harakah Islam, serta para peminat sejarah Islam. Juga menjadi bacaan yang bermutu bagi kaum muslimin pada umumnya. Karena kitab ini nyaris sempurna dalam mengupas dan merunut manhaj haraki atau langkah-langkah terprogram yang ditempuh Nabi saw. dalam gerakan dakwahnya, sejak kenabiannya sampai berpulang kepada Allah.
Dalam periode pertama dakwahnya, Rasulullah memberikan rambu-rambu yang jelas tentang pentingnya merahasiakan dakwah, sekaligus merahasiakan struktur organisasinya. Periode ini dimulai dari gua Hira’ dan berakhir tiga tahun setelah kenabian. Beberapa karakteristik penting dalam fase ini adalah, bagaimana berdakwah melalui intelektualitas da’I dan status sosialnya. Terdapat 60 sahabat dari beragam kabilah Quraisy telah menyatakan bai’atnya kepada Rasulullah. Karena dakwah masih bersifat personal dan umum, maka kaum Quraisy tidak memberikan perhatian khusus terhadap dakwah, bahkan kaum Quraisy lebih memfokuskan perhatiannya pada golongan “hanif” daripada kaum muslimin. Fokus dakwah dititik beratkan pada pembinaan aqidah, dan setelah terbentuk kader inti-kader inti yang kuat, barulah dakwah dilaksanakan secara terang-terangan.
Pada periode kedua, Rasulullah menjahriyahkan dakwahnya, namun tetap merahasiakan struktur organisasinya. Periode jahriyah ini dilakukan dengan 2 tahapan, yaitu jahriyah Rasulullah saw, kemudian jahriyah kaum muslimin. Adapun jarak kedua tahapan ini sedikit sekali, hanya 2 tahun. Periode ini dimulai sejak turunnya perintah Allah, “maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik” (QS.15:94) dan firman Allah “dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang dekat” (QS. 26:214), dan berakhir ketika Rasululullah saw. keluar Mekah untuk mendirikan Negara Islam. Dengan demikian periode ini berlangsung selama 7 tahun.
Beberapa karakteristik penting dalam fase kedua adalah, Rasulullah memulai dakwah secara terang-terangan kepada keluarga terdekat. Tantangan, hambatan, dan siksaan menerpa kaum muslimin pada fase ini. Sementara kaum muslimin diperintahkan untuk sabar menanggung siksaan dan penindasan di jalan Allah, dan hanya membela diri bila dalam keadaan darurat. Adapun bagi mereka yang lemah, diperbolehkan menampakkan “kemurtadan”nya. Fokus dakwah pada periode ini menekankan kepada aspek spiritual, dan memobilisasi dakwahnya dengan pertemuan rutin dan kontinyu. Periode ini berakhir setelah tahun duka cita.
Periode ketiga adalah periode tentang mendirikan Negara. Banyak karakteristik penting pada fase dakwah ini yang menitik beratkan pada strategi politik dakwah Rasulullah. Serangkaian perundingan dan baiat mewarnai fase ini. Izin perang (QS.al-Hajj [22]:39-41) juga keluar di periode ini, yakni izin berperang karena mereka teraniaya. Di Fase ini pula pengumuman pertama untuk syiar-syiar ibadah, serta dibangunnya masjid pertama di Quba’. Dimulai ketika perjalanan berdarah ke Thaif hingga hijrahnya Rasululullah ke Madinah, yang menandakan berakhirnya fase ini sekaligus periode Makkiyah dalam dakwah Rasulullah saw.
Periode keempat, atau periode terakhir yang dibahas dalam buku ini, sekaligus menjadi periode paling panjang dibahas. Deklarasi Negara Islam, konfrontasi fisik dalam perang, serta strategi jenius seorang pimpinan, menghiasi karakteristik periode ini. Berakhir pada perang Khandaq, periode ini merupakan periode penguatan pilar-pilar Negara yang telah dibangun pada periode sebelumnya.
Berakhirnya periode keempat (sekaligus juga akhir dari jilid 1 buku ini) menjadi akhir dari periode pengokohan kedalam. Tahap bertahan telah usai dan tahap menyerang dimulai, tahap penyebaran Islam di muka bumi serta pengokohan eksistensi agama.
Akhir kata, buku ini tidak hanya memberikan arahan terhadap langkah-langkah yang harus di tempuh oleh harakah Islam, namun lebih jauh buku ini juga memberikan teropong baru untuk melihat khasanah Sirah Nabawiyah yang kental dengan semangat jihad. Inilah “nyawa” yang menjadikan buku ini hidup, bukan sekadar “memuaskan dahaga intelektual” semata.
Wallahu a’lam bish-shawab

1 comment: