Ramadhan, Bulannya Masyarakat Miskin

Ramadhan, Bulannya Masyarakat Miskin

Oleh:
Sultan Hasanudin, ST

Askot CD Kota Kotamobagu
OSP 8 Provinsi Sulawesi Utara
PNPM Mandiri Perkotaan
Bulan Ramadhan, bagi seluruh umat Islam merupakan bulan yang paling istimewa. Di bulan ini seluruh amal ibadah dilipatgandakan pahalanya oleh Allah, SWT. Di bulan ini pula, seluruh aktivitas keduniaan bisa berbuah pahala, asalkan dilakukan dengan niat karena Allah, SWT. Tapi lebih dari itu, sesungguhnya Ramadhan merupakan bulan sosial. Bulannya masyarakat miskin. Hampir seluruh ibadah di bulan Ramadhan memiliki dimensi sosial: membangun kepedulian kepada masyarakat miskin.

Dimulai dari ibadah yang paling utama, yaitu ibadah puasa. Puasa artinya menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa. Sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Hal-hal yang membatalkan puasa itu, antara lain, makan dan minum, atau berhubungan suami istri.
Ibadah puasa, dengan tidak makan dan minum di siang hari. Esensi sesungguhnya adalah turut merasakan bagaimana “nikmatnya” lapar dan haus. Turut merasakan bagaimana rasanya menjadi orang miskin, yang setiap harinya kesulitan untuk mendapatkan makan dan minum. Dengan puasa, kita menjadi lebih peka terhadap penderitaan masyarakat miskin, menjadi bagian darinya, dan menghilangkan keegoisan serta ketidakpedulian kita terhadap saudara-saudara kita yang jauh di bawah kita.

Puasa melatih kita untuk bersabar dan menahan hawa nafsu. Kita tidak makan dan minum, walau kita mampu membelinya, atau bahkan telah terhidang di depan mata. Melatih kita menahan diri, menekan keegoisan, mengekang nafsu, dan memenjarakan kesombongan kita. Juga melatih kejujuran, keikhlasan, dan kesabaran.

Ibadah berikutnya adalah zakat. Zakat adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya), menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syara’ (hukum). Zakat mengajarkan umat Islam untuk berbagi. Bahwa pada sebagian harta miliknya ada hak dari masyarakat miskin. Dengan zakat kita menjadi dermawan, tidak pelit, lebih peduli, dan saling memberdayakan.

Zakat sifatnya wajib. Artinya seluruh muslim diharuskan mengeluarkan zakatnya. Tetapi bagi yang benar-benar tidak mampu maka mereka tidak dikenakan kewajiban mengeluarkan zakat, melainkan malah menerima zakat.

Selain zakat fitrah (zakat jiwa), yang dilakukan sekali dalam setahun dan dilakukan di bulan Ramadhan, terdapat juga zakat maal (zakat harta) bagi mereka yang telah mencukupi nishab (timbangan)-nya. Selain itu juga terdapat infaq dan shadaqah, yang sifatnya sunnah (tidak wajib, hanya dianjurkan), tetapi sangat dianjurkan dilakukan di bulan Ramadhan. Sama seperti halnya zakat, infaq dan shadaqah juga melatih untuk berbagi, mengeluarkan sebagian harta kita untuk masyarakat miskin.

Ibadah lain yang tak kalah pentingnya adalah shalat. Khusus di bulan Ramadhan, terdapat satu shalat yang tidak terdapat di bulan lain, yaitu shalat tarawih. Shalat tarawih dilaksanakan secara berjamaah di masjid, dan dilakukan setiap malam di bulan Ramadhan. Ibadah ini pun tak lepas dari dimensi sosialnya.

Pada shalat tarawih, seluruh jamaah berkumpul menjadi satu, setara di hadapan Allah, SWT. Tak ada lagi pangkat, jabatan, atau strata sosial. Semua menjadi satu. Bergerak bersama, berbaris sejajar, duduk sama rendah, dan berdiri sama tinggi. Tak ada lagi batas antara si kaya dan si miskin, pejabat atau pesuruh, atasan maupun bawahan, apalagi hanya sekat-sekat kesukuan atau kedaerahan. Semua lebur menjadi satu.

PNPM dan Ramadhan

Dengan segudang ibadah sosial yang bertujuan untuk menambah kepedulian terhadap masyarakat miskin, tak heran jika Ramadhan menjadi bulannya masyarakat miskin. Maka, sebagai program yang bertujuan utama pada pengentasan kemiskinan, selayaknya Ramadhan juga menjadi bulannya PNPM.

Di bulan ini, seluruh fasilitator seharusnya menjadi jauh lebih peduli, jauh lebih dekat dengan masyarakat miskin, dan jauh lebih berpihak kepada mereka. Ramadhan adalah momentum yang tepat untuk kembali merefleksikan pola-pola pendampingan kita. Sejauh mana pemberdayaan kita terhadap masyarakat miskin telah mencapai sasarannya. Di bulan Ramadhan selayaknya kita lebih memusatkan perhatian pada ketepatan hasil, kualitas pemberdayaan, dan bukan sekedar menghabiskan BLM semata.

Jika pendampingan kita merupakan usaha maksimal untuk melakukan upaya pengentasan kemiskinan maka kerja-kerja pendampingan kita akan berbuah ibadah di hadapan Allah, SWT. Kerja kita tidak hanya akan dihargai dengan gemerincing rupiah, tetapi menjadi salah satu sarana pengabdian kita di hadapan Allah, SWT.


Mari isi Ramadhan kita dengan amal ibadah yang maksimal. Dan, mari jadikan kerja-kerja fasilitasi kita terhadap masyarakat miskin menjadi bagian dari ibadah itu. Ramadhan taat, masalah masyarakat miskin lewat, fasilitator hebat.

Note:
Tulisan ini telah dimuat di web P2KP 

0 comments:

Post a Comment